Serangan besar di Markas Teling
Pada 14 Februari 1946, pemuda dan anggota KNIL yang pro-republik memutuskan melancarkan serangan besar terhadap markas NICA di Teling, Manado. Serangan ini berhasil dengan gemilang.
Mereka merebut gudang persenjataan di Asrama Teling I, merampas senjata, dan membebaskan tokoh-tokoh nasionalis yang ditahan oleh pihak NICA, termasuk Sersan Charles Choesoy Taulu dan Sersan Servius Dumais Wuisan.
Serangan ini menandai awal dari pengambilalihan kekuasaan di Manado oleh pemuda Minahasa. Setelah merebut senjata, mereka menawan pejabat militer dan sipil Belanda, termasuk Komandan Garnisun NICA Manado, Kapten Bloom, dan pemimpin militer Letnan Verwajen. Para tawanan, berjumlah sekitar 600 orang, dibagi menjadi dua kelompok dan ditahan di Asrama Teling I serta Penjara Manado.
Penyiaran kabar kemenangan
Setelah pengambilalihan ini, dengan bantuan Tang Ing Hwa di Tomohon dan disaksikan oleh Kopral A. S. Rombot dan Kopral D. Kawilarang, mereka menyebarkan berita kemenangan melalui siaran radio. Dalam siaran tersebut, mereka mengumumkan bahwa pemerintahan NICA telah berhasil diambil alih oleh pejuang pro-republik dan seluruh daerah Minahasa kini berada di bawah kendali Pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta.
Berita ini juga menegaskan semua orang Belanda telah ditahan dalam kondisi baik, sementara tawanan Jepang tetap berada di kamp-kamp mereka. Masyarakat Minahasa menunjukkan mereka menolak klaim Belanda yang menyatakan kemerdekaan hanya berlaku untuk Jawa dan Sumatera.
Peristiwa Merah Putih di Manado menjadi bukti nyata bahwa semangat kemerdekaan menyebar ke seluruh penjuru Indonesia, tidak terbatas pada pulau-pulau besar saja. Pemuda Minahasa, dengan keberanian dan tekad yang besar, menunjukkan mereka juga memiliki peran penting dalam perjuangan untuk kemerdekaan.
Perlawanan mereka menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk selalu berjuang demi keadilan dan kedaulatan bangsa.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Peristiwa Merah Putih di Manado merupakan peristiwa penyerbuan markas militer Belanda yang berada di Teling, Manado pada tanggal 14 Februari 1946. Berbagai himpunan rakyat di Sulawesi Utara, meliputi pasukan KNIL dari kalangan pribumi, barisan pejuang, dan laskar rakyat berusaha merebut kembali kekuasaan atas Manado, Tomohon, dan Minahasa yang ditandai dengan pengibaran bendera merah putih di atas gedung tangsi militer Belanda. Peristiwa tersebut merupakan bentuk perlawanan rakyat Sulawesi Utara untuk mempertahankan kemerdekaannya serta menolak atas provokasi tentara Belanda yang menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 hanya untuk Pulau Sumatera dan Jawa semata.[2]
Berita prokamasi kemerdekaan Indonesia baru terdengar oleh rakyat di Sulawesi Utara pada 21 Agustus 1945. Mereka dengan segera mengibarkan bendera merah putih di setiap area dan menduduki kantor-kantor yang sebelumnya dikuasai oleh tentara Jepang serta melucuti semua senjatanya. Namun kedatangan tentara sekutu bersama NICA pada awal Oktober 1945 di Sulawesi Utara membawa suasana rakyat kembali ricuh. Belanda menginginkan kekuasaan sepenuhnya atas Sulawesi Utara terutama Manado. Namun rakyat Manado menolak dan memilih untuk melawan. Kemudian serangan dari sekutu dan Belanda membuat Manado dan sekitarnya kembali diduduki oleh tentara Belanda.[4]
Letnan Kolonel Charles Choesj Taulu, seorang pemimpin dikalangan militer bersama Sersan S.D. Wuisan menggerakkan pasukannya dan para pejuang rakyat untuk ikut mengambil alih markas pusat militer Belanda. Rencana tersebut telah disusun sejak tanggal 7 Februari 1946 dan mereka mendapatkan bantuan seorang politisi dari kalangan sipil, Bernard Wilhelm Lapian. Puncak penyerbuan terjadi pada tanggal 14 Februari, Namun sebelum penyerbuan terlaksana, para pimpinan pasukan tertangkap oleh tentara Belanda termasuk Charles C Taulu dan S.D. Wuisan.[2] Akibatnya pemberontakan ke tangsi militer Belanda dialihtugaskan kepada komando Mambi Runtukahu yang memimpin anggota KNIL dari orang Minahasa. Bersama rakyat Manado mereka berhasil membebaskan Charlis Choesj Taulu, Wim Tamburian, serta beberapa pimpinan lainnya yang ditawan. Puncak penyerbuan tersebut ditandai dengan perobekan bendera Belanda yang awalnya berwarna merah, putih, dan biru menjadi merah dan putih lalu dikibarkan diatas gedung markas Belanda. Mereka juga berhasil menahan pimpinan pasukan Belanda diantaranya adalah pimpinan tangsi militer Letnan Verwaayen, pemimpin garnisun Manado Kapten Blom, komandan KNIL Sulawesi Utara Letnan Kolonel de Vries, dan seorang residen Coomans de Ruyter beserta seluruh anggota NICA.[6] Namun pengambilalihan kekuasaan Belanda tersebut hanya sementara.[7]
Pada awal Maret kapal perang Belanda Piet Hein tiba di Manado dengan membawa pasukan sekitar satu batalyon. Kedatangan mereka disambut oleh pasukan KNIL yang memihak pada Belanda. Kemudian pada tanggal 11 Maret, para pimpinan gerakan merah putih diundang ke kapal Belanda untuk melakukan perundingan, yang tujuan sebenarnya adalah untuk menahan para pimpinan rakyat Sulawesi Utara. Hal tersebut merupakan siasat tentara Belanda agar dapat melemahkan pejuang rakyat dan mengambil alih kembali wilayah Sulawesi Utara.
Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akhirnya tersampaikan juga di Papua. Rakyat Papua di berbagai kota seperti Jayapura, Sorong, dan Biak memberikan sambutan hangat dan mendukung proklamasi tersebut. Peristiwa Merah Putih di Biak diawali dengan penyerangan terhadap pos militer Belanda di Sorong dan Biak oleh para pejuang kemerdekaan Papua pada 14 Maret 1948.Read less
Kaltimtoday.co, Tenggarong — Naskah proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno pada 17 Agustus 1945. Namun masih ada pihak yang belum menerima kemerdekaan Indonesia, termasuk Belanda dan para sekutunya.
Tak lama setelah naskah proklamasi itu dibacakan, pasukan sekutu yang diboncengi Netherland Indies Civil Administration (NICA) datang ke Indonesia.
Pada awalnya, tentara sekutu yang baru tiba disambut terbuka oleh pihak Indonesia. Namun, setelah diketahui bahwa pasukan sekutu tersebut diboncengi NICA yang dengan ingin menegakkan kembali kekuasaan Hindia-Belanda. Maka pihak Indonesia tidak lagi percaya dan mulai melakukan perlawanan mempertahankan kemerdekaan.
Peperangan pun terjadi di berbagai daerah di Indonesia, di ntaranya Pertempuran Ambarawa atau “Palagan Ambarawa” pada 12-15 Desember 1945 di Magelang. Kemudian Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945. Selanjutnya pada Maret 1946 peristiwa Bandung Lautan Api, serta banyak peperangan di daerah lainnya di Indonesia.
Peperangan tersebut juga terjadi di Kalimantan Timur, tepatnya di Sangasanga yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Di Daerah inilah, memiliki peristiwa heroik mempertahankan kemerdekaan RI terjadi.
Peristiwa heroik di Sangasanga itu disebut dengan Peristiwa Merah Putih 27 Januari, yang selalu diperingati setiap tahun dengan upacara bendera dan berbagai kegiatan lainnya.
Peringatan Peristiwa Merah Putih Sangasanga berawal ketika tentara Belanda pada tahun 1945 menguasai Sangasanga yang memang kaya akan sumber minyak.
Hal tersebut membuat rakyat Sangasanga bersikeras mengusir Belanda, dengan melakukan perlawanan tiada hentinya. Hingga pejuang Sangasanga mengadakan rapat dan tercetuslah rencana merebut gudang senjata Belanda dengan cara mengalihkan perhatian penjajah kepada berbagai keramaian kesenian daerah pada 26 Januari 1947.
Di tengah keramaian itu, para pejuang membagikan senjata dan amunisi untuk merebut kekuasaan pada 26 Januari 1947 pukul 03.00 Wita, dini hari.
Perjuangan pun berhasil. Sehingga pada pukul 09.00 Wita, Sangasanga berhasil dikuasai pejuang, ditandai dengan diturunkannya bendera Belanda di Sangasanga Muara oleh La Hasan.
Bendera Belanda yang terdiri tiga warna yakni merah, putih, dan biru ini kemudian dirobek warna birunya. Dan, dinaikkan kembali bendera yang tinggal berwarna Merah Putih dengan upacara yang dihadiri para pejuang dan seluruh masyarakat dengan teriakan “merdeka".
Peristiwa tersebut tentu saja meninggalkan kesan yang sangat mendalam bagi warga Sangasanga, terlebih para pelaku peristiwa heroik tersebut.
Sebagai tanda peringatan perjuangan, di Sangasanga dibangun monumen perjuangan. Terukir nama-nama pejuang yang gugur pada saat itu. Peristiwa tersebut diperingati sebagai peristiwa Perjuangan Merah Putih Sangasanga 27 Januari.
Rangkaian agenda peringatan peristiwa itu tiap tahun dilaksanakan dengan berbagai variasi kegiatan. Diantaranya Napak Tilas dan pameran pembangunan.
(Sumber: Markas ranting LVRI Sangasanga).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
KUKAR. Upacara peringatan peristiwa heroic mempertahankan Kemerdekaan RI dari tangan penjajah kembali digelar pada Sabtu (27/1/2024) di Lapangan Sepak Bola PT Pertamina Asset 5 Field Sanga-sanga, Kecamatan Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara. Upacara tersebut sekaligus sebagai pengingat tentang perjuangan para pendahulu dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah pada 77 tahun silam, demikian disampaikan Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun saat menghadiri peringatan peristiwa merah putih sangasanga. Dikatakan Samsun, Peringatan Peristiwa Merah Putih Sangasanga bukan hanya merupakan momentum seremonial belaka, melainkan sebagai motivasi untuk terus memperjuangkan menjaga kedaluatan NKRI. “Peristiwa Merah Putih Sanga-sanga yang dilakukan oleh warga Sangasanga dan Pemerintah Kalimantan Timur serta Kabupaten Kartanegara setiap tanggal 27 Januari, ini adalah peringatan hari kepahlawanan di Kaltim yang penuh dengan sejarah dan makna. Ini harus terus kita peringati bangkitkan rasa nasionalisme dan kecintaan kita terhadap bangsa Indonesia,” terang samsun. Untuk itu, ia berpesan kepada generasi saa tini agar merefleksikan semangat dan jiwa juang para pahlawan bangsa, dengan harapan generasi muda tetap mempertahankan budaya-budaya bangsa. “Dengan perkembangan zaman yang begitu pesat, wajib bagi kita untuk memproteksi diri dari pengaruh-pengaruh asing,” tegas politikus PDIP ini. Untuk diketahui, Peristiwa Merah Putih meletus pada tanggal 27 Januari 1947, di mana pada saat itu para pejuang Badan Pembela Republik Indonesia (BPRI) Pimpinan R. Soekasmo bersama rakyat dan karyawan minyak BPM bahu membahu berjuang merebut wilayah sangasanga dari tangan Belanda. Dalam pertemuan sengit yang dimulai pada pagi hari sekitar pukul 04.30 WITA, pejuang BPRI berhasil merebut tangsi-tangsi militer milik tentara KNIL, serta menawan serdadu Belanda dan melucuti persenjataan milik mereka. Sementara sisa-sisa pasukan Belanda lainnya terpaksa mundur meninggalkan Sanga-sanga menuju Balikpapan. Keberhasilan para pejuang merebut wilayah Sangasanga tersebut kemudian diumumkan secara luas oleh Komandan Markas Merah Putih, Romokarto Fathamsyah, pada tanggal 28 Januari 1947 yang menyatakan bahwa pejuang RI telah berhasil mengalahkan tentara Belanda. Selain itu dinyatakan bahwa wilayah Sangasanga, Anggana dan Muara Jawa telah 100 Persen dikuasai pejuang, Sehingga wilayah Sangasanga dan sekitarnya menjadi wilayah Republik Indonesia yang saat itu berkedudukan di Jogjakarta. Peristiwa pertempuran Sanga-sanga memakan cukup banyak korban jiwa dari kedua belah pihak, ratusan pejuang yang gugur pada waktu itu dikebumikan di salah satu bukit di Sanga-sanga yang kemudian diresmikan sebagai Taman Makam Pahlawan “Wadah Batuah” pada tanggatl 17 Agustus 1949. (hms10)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Monumen Perjuangan Peristiwa Merah Putih dibangun atas peristiwa heroik yang terjadi pada tanggal 27 Januari 1947 di Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Monumen ini terletak persis di depan muara sungai.
Peristiwa Merah Putih Sangasanga berawal ketika tentara Belanda (NICA) pada tahun 1945 menguasai Sanga-Sanga yang kaya akan sumber minyak. Hal tersebut membuat rakyat Sangasanga bersikeras mengusir Belanda, dengan melakukan perlawanan, hingga para pejuang mengadakan rapat dan tercetuslah rencana merebut gudang senjata Belanda dengan cara mengalihkan perhatian penjajah kepada berbagai keramaian kesenian daerah pada 26 Januari 1947.[1]
Ditengah keramaian, para pejuang membagikan senjata dan amunisi untuk merebut kekuasaan pada pukul 03.00 wita dinihari 26 Januari 1947. Perjuangan pun berhasil, sehingga pada pukul 09.00 wita kota Sangasanga berhasil dikuasai pejuang, ditandai dengan diturunkannya bendera Belanda di Sangasanga Muara oleh La Hasan.
Bendera Belanda yang terdiri tiga warna yakni merah, putih, dan biru ini kemudian dirobek warna birunya, dan di naikkan kembali bendera yang tinggal berwarna merah putih dengan upacara yang dihadiri para pejuang dan seluruh masyarakat dengan teriakan "Merdeka!!!".
Sebagai tanda peringatan perjuangan, di Sangasanga dibangun monumen perjuangan terukir nama-nama pejuang yang gugur pada saat itu. Peristiwa tersebut diperingati sebagai Peristiwa Perjuangan Merah Putih Sangasanga 27 Januari.
Kutai Kartanegara - Peringatan 77 tahun Peristiwa Merah Putih di Sanga Sanga, Kutai Kartanegara, menjadi momen bersejarah.
Dengan rangkaian acara mulai dari Upacara Bendera hingga aksi teatrikal. Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah, sebagai inspektur upacara, menekankan pentingnya perjuangan ini bukan hanya bagi warga Kaltim, tetapi juga bagi seluruh Indonesia.
Peringatan berlangsung di lapangan bola PT Pertamina Hulu Energi Indonesia, Indonesia Sanga Sanga Kabupaten Kutai Kartanegara, Sabtu (27/01/2024).
Dalam kesempatan tersebut, Penjabat Gubernur Kaltim Akmal Malik, memberikan apresiasi tinggi peringatan tersebut melalui sambutan yang dibacakan Bupati Kukar, Edi Damansyah.
Ribuan warga hadir, serius mendengarkan amanat Bupati Edi Damansyah, yang juga memberikan apresiasi dan pesan untuk membangkitkan semangat juang generasi muda.
Edi Damansyah menyoroti bahwa perjuangan merah putih di Sanga Sanga menjadi landasan utama perjalanan Indonesia menuju kemerdekaan.
Ia menekankan pentingnya mengenang semangat para pejuang yang mengorbankan segala daya upaya demi kebebasan bangsa. Edi meminta agar sejarah ini tidak dilupakan, terutama oleh generasi muda yang menjadi harapan untuk masa depan.
Dalam ajakannya, Edi mengingatkan bahwa Sanga Sanga harus dibangun sebagai kota Sejarah dan kota Perjuangan.
Ia juga menekankan perlunya menjaga nasionalisme dan semangat menjaga keutuhan negara. Pesannya adalah untuk meningkatkan semangat kebersamaan dan gotong royong guna memajukan daerah, menjadikan Kalimantan Timur sebagai bagian integral dari keberagaman dan kekayaan bangsa Indonesia.
“Harus ditularkan kepada ke generasi muda, dalam mengenang peristiwa ini mari kita bersama-sama mengenang semangat juang para pahlawan yang telah mengorbankan nyawa dan segala daya upaya demi kebebasan bangsa dan kemerdekaan bangsa. Hargailah jasa mereka yang rela menghadapi segala rintangan dan tantangan untuk mewujudkan indonesia merdeka dan berdaulat sebagai bagian dari Kalimantan Timur, " ajaknya.
Hadir dalam peringatan tersebut Pangdam VI/Mulawarman, Korem 091/Aji Surya Natakesuma, Kapolda Kaltim, Ketua DPRD Kaltim, Forkopimda Kaltim, Kejaksaan Tinggi Kaltim, Bupati Kutai Kartanegara, Veteran, Pelajar, dan undangan lainnya turut hadir dalam acara ini. (tp/pt)
%PDF-1.5
%äüöß
2 0 obj
<>
stream
xœ•ZK‹,»
Þϯèu ;–êaš†~Í"»Y„ìrÈ"�»Éß�-Y×kÎœÝÓU²Þú$»*\àô¿�ÿžÂ)\¦Ó”§Æé”F¸¤Nüþñ×?�þÃåÿÿúx|} ÄËpŠåS>}ýãôçO8ž¾þù·k€^Þà†ú1ÖŸÓí\>gþéGº�ã5äp¯DFžÂãv†zƒø<éG[(w^ôM—rxÓ�>ë7„� äÚ-]írÈ€uE‚�îgÛê™Uød L)²SÕÖ³ž³ˆ¤…$€õ¿ýýë/ï¯�ß>Ã1]òiÎóeZùL4›êWÆ^þ
Uƒ(wY7’˜w%Ná2Ÿæi2‰è¢tÖ0±}C�R¬ãm";ù:ÞÎs½š5PwVó\¨æ=á€%9Nó0^ÒZ8ò^a*ŸÄ³„1,ßQ"qg¿„*»M H}º�WùBÉ&¦l+`hR?5î9Û݉®Ö_�Ø]ÎXö$û„LWÉGwÉyºXc%KõN±°,~�_k9ÀlDÏÛ¬±˜ŠI¼rßuoÎ¥rgÕ½ðª2ß*˜´&éÕö±Ær3ú|Ð኎ê.™‰ˆŽX,(Œ¦-)8×4ÂX/¾j\�Ò‹XPgXåh]ôõïÍ5q¾ÄÓÑRË*)q«Ct¸.kd=vë%MU•i¸N�Œ¥t‹„
œýc
v¬®©® Åc#´ìÉc
n¬KæpAçEs"â_¼ïyu%6È%_Íj™[Þ‹Då>_1l¨W8åI5Yü.¥ WcÛôº“Žë[•Ï|Sï¦ðH<ÚšûÍ~x…ñÁÉ¢RõJT)ºê]�ðÙ„á&Ãç-÷þ=ŽÍ~ðKN¸Z¿È}™ùŠ/âÏR^d$›¯-»Š¤™1'Îf~¾*e—ó¤¤.ŒžÑÆ‘hw|s/,±ú¼Q®Ÿ£2B]PH zqÕãMIubDá)ù} ÀƒB T'Ÿ¤m‰L*”ï›8Ðsª!tñ/Ḍ採\žgÑ¿ô Y�‡=G9•ó´†��]4åàÃtWÁg‡2+΂¦ü 貟ë®\‚®øY:h*brµ
]Å”U¹1îng ^�U�–óŽün!œ\ýD¦ÅKÙ³ˆmk¢}‘“XãZTGFä&kzØ�ŒéacY*+èý²x(R„o
},cØ:Ö.Ÿ0Ñ@w†6A”šÄŠ|¥ÝøioÀ ,ŸnYCî´áâ^x¶Ù'®Šµ†bþÔžÒh`h!v†ü0Âb‰²[`“Glg€«ñ=³ÙØ÷Nj”)Ú�ƒc7eº¯ƒ€†Th˜è{ÍëÍž\o@P˜ðEÆé,v‹Â¤õÉx`7)±»x{=žmMË '¡uÂ^ˆ.Œ^¯U2n\q>š¿µUy×Ñö¤a‘»b@ýSÀÊ�ÚÓ'7ÍÅÛdus˜SÚJ‚ƒ!-÷ÎÙ˜Ò|äÛÂD•Ôë짛œäðŠ—-�|k³ÝÀëHP0(ý0úþ8mfšä‹Zºèýè!ÌÛcX%&ž5â/îdË´p9¶ì\ï'}ëøQn†{È—yîEåê”ÝHk|ì&î3íéЧw3¾k¥RóuÑU÷“ØùÍu”ýH�5«1ÉØR¨ó|×5½ÞÞ[ž )þÞ@ÇéK‘SŒ ‚~I™©+‘ypÝî³ ¶¯ª oñ¦ªXïR4bÈBøf<⃃”úi†j;fûÁÅYˆ$.esé©.¼²G{z.ÊêÈ–¹=?hMˆÍ¦ Ô“î0©jwC+—ÝŒRŽ±J]Ûð0í-�ÌC6ãú
ÂYvˆo.<}˜.q]÷û™‹*˜:»9AeaËXm¡5�»9ˆf®óÒíK,ïý¢~=|uÌ]qQ}[Ãâdì•÷ö-ç-Ëð»k5È'¡Rý€ÜÙ~Ý#ZCh'cD–µ3öü»-¨k0Óþ+…~H¸zÙcøY…aÆB•Z*È!
z'ØÜãPÒpéR+M(ëwšºÝöàÁÆjWúu9Úr"È_iV‘„[ç6—í�vGᦶv1Úm·‰[öDßi�툢.\¤¯·ì½èð‚hC-�ß•èÏCwâÜvvïn,Ò¿%}1,Æ#wp²yÒ'b'e¹3sÅQÇ–�™¯Ÿ°Q¥?;¯óŠù÷£¨-¦ð¡^‘<ì¯êÓ˜òdÓmÜu¸_x²gT‚—¿rŽxøqÜüæqãÌ;øf™°ºTÇ6è ¥E¬K)0tÏ
h'|°÷su&ªÉ|–bËô{�°+±À
wx{”µq§ÓwG)™väùâ{ƒäÏ»±¯loD×AÙ�I«o¬cÕalqºäÝ�ûÛ‡;:²Áþ×wän�?x#R±Ù�©;»6w46NËV:´§=QÆv¶Œ�t¶§?8Yr£ûÓÔrò~øÐÁ5šm‹ý ?J8â‡ëº>ÁÝ“�§¨[ùäü‘ºÏèΔÚÙ1LIŽgýÄìqZj“[>�ºÜF?3øQ"õV’¿·ªêå4Á€;%“vÎî’XŠn%ý—Û…õÖ…Äð^BL³¹S�ëDãÉ©�Å+r™z�‚‹)]ÂOF÷6±Õ�-tg_þ–ŸäÚ³™™ÎÑÙüÔgÉžLèþÚ=#ð¬Î3¶liÃPå·Hwdžü.À·JO®
y¢_›�ÝŠîhj½Uþf§ŽsÞóòÖ>rÊ“&c?kËå¾/f“`ƒß`Ô;§ÒÆ]¾«‚ýy×r÷zn<¸Cp`íJvмÅ5[ÃX5AT÷ý‡jßþ3zŸ<18ý.°ýÖ);ç(“ð„;°é€'Ø™"‡ö€îFGÀÒà.8K‡V•0×w_6¬<ø]›©>ÓƒÆc¶®\ï¹y¼²¬Rà“ä½$¢^^•��� ˜ÜŽ],ø4‘íŠ7ì)Ÿ·£acº'åÁÞ4üîV³™í¢7cè¥ ª˜£@@t�ÏGÇSD~~‡Hï„©wiæŒv+¶¸ùk™rºeæãÆèÚ1´í¦ÎG³ 1qÀ"iyãÕÞâÏwq´¾�´¬€ú«%´‘^E‹5šHµ«—¨ò�ÌÒvßÈ/!-*A¥wæ2½†$P©êÙ0þk¡@¦e@¯eçÚÃÊ„iÚŠ ûâÅ©Éö~Ê%Q ÿÃaí+$E°áÛMVkè*‹©jÖ«:¢&FÅPMëOr¥uÔÃÆöÒ9�é^šQä\Äæ"Ih¡*“Ó» gÔS‡ïVi3™Âœ&KˆØU¿óÉ«l°&WB”ÎJH½Á—´=eìjÔ‚®žùͪÚlŽŸmÁàžjkôšû(�^Þ›ëíŸ�žnFnö£Å7¡Ö‡z¸ØY-·u΋œ·Së@ �´Y`J‘ZvÕÏiªMO›<«ÆªƒÞF!ò�Ñ-Ë0Íz‹‹ðÛ
4¡[Š`Ä„ïø8#Ä�0:ͨÞèA43æQ!´]©¤üº"òœô�ùÔx·<\i¿¡ü3Ô1Ò<²§ð髸•žT™ÇL)ŠN±eP:¥%i¼ÍZ�N¡|kÏ%;½ÜR瑯…VªÕ{,�{%Ë\>rÏð8wÍìž7/•@󳕑i¦ñtéô"€ð)ù¨GV>ÒѺš‚»Övq-F&”<ƒÎÍ`©öú*göeQéªWº<øì¤Ç›ŠàöøS'¢f"7c£s,&mâý… Õô(ÉÕ²¦A¾öYTŒóp‹¿)$c«XpwÝ|T/ÜK)§ÙñÛéÿØ$!
endstream
endobj
3 0 obj
2951
endobj
5 0 obj
<>
stream
xœ[K‹ìºÞŸ_ÑëÀt$Ù–lhú5‹ì.È"d—Ç.�»Éß�Jõ–Õž9!÷ÀL�%•êñÕW%¹o8ÇÓ~üûNáÒzZ¶åœÊrZçx^s<ýþ÷þÃé_8£þûýŸ?î?¬Ë¹œJ\ÏqÝN?ÿvúãç|Šñôó¹„Çõ#^Â3¼®Û%–ëÇ| ùú±m—0ב0_âíZŸš8ÁÃØ·úøÞ¤îqš`É‹FqaJw”ÇK·ëGº„&œ¤¸mÓãZp»Kø„Ÿééö ]oð3®×Ù‰ÂejÇÆÏÒ«ªÕÖ¤€«pê:íJ}Ôùa©
¥Ø¦ã®åÊjÔ±�[ž~}ÛîïMQ«~údSIDSä~í=Û¤P-ÆP ^ |hýõçŸ~¼~þømÿ¼mç´‹Ü® ¬ý$GÒ©"¢=j–]bÕ"¥¦DjÓïîoFèLÑù � Í�&å6!ðÔ®–õ(²ØÐU„¸‚º×€—*RóF)d[r¶ÄWƒåZæ�šFw�Ð0I
6i:ü¬y3ò‘³o˜(�³u!kÜ9á¦.ŽuÞ]Q-LëØ£
v‡ Yà 4B+€pÑ”¹¦á´´ýç€n›B@Ëü’ÆœP4£%8e,¥&:MŸ4/4ÐNE63NŸV™úºfÈø˜Ø±
¢¯§ ¨FSž•5ŠâÇé丕îö½Æª‘¢dÙGK
Dëÿ!05™˜ÔÌí¢ÄŒ¼} �ÏÓ )´ì+Þ±€Ëˆcš¼³»-ëÝ*Šªý™ðŒ°ÏbDÒ”R©²ÛÊßžïï¶â(%�øƒ+Gû¯�ÅÇV„Aûb¬a&
ðŠ EïDIV$Cõ¦ã
8¶È–@¨!ýOÈï[gßefN@ £ëz‚ÂrÒx�½Sp»\Ô ,ÈÚ’…™›„\äqwX"A×¼¨šYÏWå©—çTèÉÌL§.AŸp~ù^ÄÈÂ.äa$®’¶ —±�ÐêÄU #õAÌ —–B)E›má¿3ó6£Œ|í4�ç}}X®R£5ó!�\#Ï©¬þŠóÕTì»BE÷ý^Á®�{k‰Hö×eSMòœDÈ·ð*J°)°¸q¹ƒà’eP³SWøÜ]ߣ&7…žî—žÜTMs56”°N}r�¢O7
¿(`ôÌv¨8Û‡Áó(ø
ûkôm$EÌ0huŽG¬ï+îK’´)î¯Õ4¬@i¦] ¿ÅÅÕ(ÝÊD×$qÝ=í"K–%}Q0Êi²|Å.õ̔م(ç;²ÕSä¶mÇÃx/õ粧ví¼Zœ?–M0ÄõC³Y€ù4y8Jûª[Új€MRȘŒŒ»F¡yv™ô²Ý›Š",¦Šoo¥/5\µPÞšÍlµÙj‘׌€ÃãØ¢”Ä_ëü^Ö`ØO'’N!¿r~\rEŸ^{~‹µ)*¿é‰Ê«ŸÌqrŠG‘7“Fg²·÷f&¢ãs:â�¤—|Eø�Ù—�nU�I ³žh/,¢ÇŸz1•54FN¯ÃXÚvú�ÝqvxT3ãlzi§Ú(ÛIga‚Ô°VÄ)Åvˇ°˜Ë9ï‹€ãò¹I²-ÉÐGÄ\›i0¶¬'¼§¥ªÕÊ3Ž¦Bb
´€t)Y’8‰yY`²£>Å•(r5aÙØH@L½ 8�ŠÅofµ„^·y�'µ¸¹�@dì`}ééAšV¹µ‘åU?kY °²°
Ì#R˜—4(„Ì`�í4R÷X°VüÝ=½cTÈ9uz(XQS92UÓxØØyçPà"¯BO]ò•}×�N«^Gј¬ÀJ7‘ö’†ìc�EMRãŠ\¿æ�þ.‚ë^]ÆZBA¬Wc_Ô+<™RT‰E��œ5‘6ÝÈF}�£ýñ\h,œ§eJiJÇ„yšÎÛ>¯ß&ô~ä#B•„t<ÂLFJï V™(ÄPl‹E'Op ,+»³ÏÍjv.¥LJª«AŽÍ¯'ð’dC¤”k¿ÉÞ0•Õå´•�~áÚPVËÐ!â<@ ØíQ�µòSô™ÉmK° ®ƒnð‰ô
~3Y'ÀXÒÕ�Œ<{‘L(&rÕʨ>‘Qì8gò{’CšÏVZÝŒvXkè·nHV9ÄéV;Tq2¥‡è`¬",ÅwÚò9ìã›�\¸°ªíÆÒ=ΆŴ‘G‰³4uý€”UÉìŽ[ÖÀ¯”ýØä²Ä/Ûùk.({ìß&8_*
?J{ÒAv�ê@Kì Û{¢U “+o:»â�]TŽ åBPÊ ¡µ€pž¹L¥Jžà…\@O× ó”¦iÚâŒósîÉØZÍE±ØN·®¸hª+ú%¿Š°÷#¬ž‰;Öáa•–§ˆÏ€²?%媇×ÆͶAÞ/3ÏFîoùølô@‚
±xñð� *CM+Ü+H]º‘¬E&vÓã'²�ÂvŸ¹×Ìž¦’Ä—n�eãÙÕiŸè¦úšÓCuŽé��o*ÔaxC…wtžÚèú!RƒgseÆžãKºMÏÖºf#crwv%FßõÂÕgD‰Ï.f'3I1ÚKDLFõ¤!2¦¦v*n�µ €·`Ü>û‚›ìy‹»÷õ½ôpäj¼+°ÊæG!O«yÑ.!? ¸8#Ä"|Äܷĉ
å¼½Å:µËó&ú(›O<4Y©˜62ºû«¯I«Ä?yÇZ[ú{¼—ÍÐÜqšº{@«¸oé�ß Kutai Kartanegara - Peringatan Merah Putih Sanga-sanga di Kabupaten Kutai Kartanegara yang di adakan setiap tahun pada 27 Januari, untuk mengenang perjuangan rakyat Sanga-sanga melawan penjajah Belanda. Awal melakukan perlawanan, hingga para pejuang mengadakan rapat dan tercetuslah rencana merebut gudang senjata Belanda dengan cara mengalihkan perhatian penjajah melalui berbagai keramaian kesenian daerah pada 26 Januari 1947. Ditengah keramaian, para pejuang membagikan senjata dan amunisi untuk merebut kekuasaan pada pukul 03.00 wita dinihari 26 Januari 1947. Perjuangan pun berhasil, sehingga pada pukul 09.00 wita kota Sangasanga berhasil dikuasai pejuang, ditandai dengan diturunkannya bendera Belanda di Sangasanga Muara oleh La Hasa. Salah seoarang veteran kemerdekaan Ri Supardi (95 th) mengatakan saat kejadian merah putih Sanga-sanga yang merobek bendera belanda saat itu ialah La Hasan. "La Hasan saat itu dengan bearani menaiki tiang bendera dan merobek bendera belanda yang berwarna merah putih biru, yang biru dirobek" ujar Supardi diwawan seusai upacara peringatan Merah putih Sanga-sanga di lapangan sepak bola PT Pertamina EP Asset 5 Fild, Kamis (27/1). Bendera Belanda yang terdiri tiga warna yakni merah, putih, dan biru ini kemudian dirobek warna birunya, dan di naikkan kembali bendera yang tinggal berwarna merah putih dengan upacara yang dihadiri para pejuang dan seluruh masyarakat dengan teriakan "Merdeka!!!". Sebagai tanda peringatan perjuangan, di Sangasanga dibangun monumen perjuangan yang terukir nama-nama pejuang yang gugur pada saat itu. Peristiwa tersebut diperingati sebagai Peristiwa Perjuangan Merah Putih Sangasanga 27 Januari.( Bgs/Ty) Jakarta: Perjuangan rakyat Indonesia meraih kemerdekaan tak cuma terjadi di Pulau Jawa atau Sumatera lho. Ada salah satu peristiwa penting rakyat melawan Belanda di Minahasa, Manado, Sulawesi Utara yang dikenal dengan Peristiwa Merah Putih. berikut ini dikutip dari laman Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, berita mengenai kemerdekaan Indonesia cepat menyebar ke berbagai penjuru Nusantara, termasuk tanah Minahasa. Namun, keinginan untuk mengembalikan Indonesia kepada kekuasaan kolonial Belanda melalui administrasi NICA (Netherlands Indies Civil Administration) masih terus dilakukan oleh pihak Belanda. Ini menyebabkan ketegangan antara pasukan Belanda dan pemuda-pemuda pro-republik, termasuk di wilayah Minahasa. Ketika Belanda mulai mengembalikan kekuasaannya dengan bantuan NICA, banyak pemuda Minahasa, yang sudah terinspirasi oleh semangat kemerdekaan, memutuskan untuk melawan. Mereka tidak hanya terdiri dari kalangan sipil tetapi juga anggota KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) yang pro-republik. Organisasi pemuda seperti PPI (Persatuan Pemuda Indonesia) dan BPNI (Badan Perjuangan Nasional Indonesia) mulai melakukan perlawanan, yang puncaknya terjadi dalam Peristiwa Merah Putih di Manado. Salah satu momen yang sangat simbolis dari peristiwa ini adalah ketika seorang pemuda bernama F. Wangko Sumanti merobek bagian biru dari bendera Belanda, sehingga hanya menyisakan warna merah dan putih. Bendera yang kini menjadi Merah Putih tersebut kemudian diserahkan kepada Kopral J. Mambi Runtukahu dan dikibarkan oleh Kotambunan dan Sitam di atas gedung markas militer Belanda/NICA di Teling. Tindakan ini bukan hanya simbol perlawanan, tetapi juga deklarasi bahwa Manado dan Minahasa berada di bawah kedaulatan Republik Indonesia. Semangat kemerdekaan yang membara di antara para pemuda ini menyebar ke kota-kota lain di Minahasa, seperti Tomohon, Tondano, Remboken, dan Langowan. Di Tomohon, perlawanan dipimpin oleh Sersan Frans Bisman dan Freddy Lumanauw yang berhasil menangkap pemimpin NICA di sana, Letnan Kolonel Coomans de Ruyter, dan Komandan KNIL, Letnan Kolonel de Vries.Pengibaran Bendera Merah Putih